Welcome to my blog ➡ Hanimasnurhutama.blogspot.com

Rabu, 10 Oktober 2012

Pasar Klewer


Keberadaan Pasar Klewer di pusat Kota Solo harus diakui menempati posisi dan peran strategis dalam menggerakan perekonomian rakyat.
Omzet yang berputar dalam transaksi setiap harinya disebut-sebut terbesar kedua setelah Pasar Mangga Dua Jakarta. Tidak heran bila pusat grosir dan eceran batik ini menjadi tumpuan hidup tidak hanya pedagang asal Solo dan kota-kota satelitnya (hinterland) dalam Subosukawonosraten (Surakarta, Boyolali, Sukoharjo, Karanganyar, Wonogiri, Sragen dan Klaten) tetapi termasuk menghidupi pengusaha batik asal Pekalongan dan sekitarnya.
Pasar Klewer lahir pada jaman susah penjajahan Jepang (1942-1945), sebagai kepindahan pedagang dari Pasar Banjarsari. Situsi perekonomian yang memburuk membuat masyarakat Solo menjual bahan pakaiannya untuk sekedar menyambung hidupnya. Kesulitan ekonomi ini ternyata tidak hanya terjadi di kalangan rakyat jelata. Bangsawan-bangsawan Kasunanan dan Mangkunegaran juga tidak luput dalam kemelut jaman malaise ini. Kaum bangsawan biasanya menjual barang-barang berharga yang mereka miliki, seperti perhiasan, keramik, dan benda-benda antik lain. Sehingga saat ini kita mengenal Pasar (Antik) Triwindu tidak jauh dari Pura Mangkunegaran sebagai (dulunya) tempat bangsawan melepas benda-benda antik dan seni miliknya.
Pedagang Pasar Klewer pada awalnya menjajakan dagangannya di sekitar Jalan Supit Urang, persis di muka Kraton Kasunanan. Mereka biasanya menggantungkan barang dagangannya secara acak di bahu dan di-klewerkan begitu saja. Sehingga tidak salah bila pasar rakyat ini dikenal dengan sebutan Pasar Klewer; yang dapat diterjemahkan secara bebas sebagai pasar di mana pedagang menggelar dagangannya secara pating klewer.
Lokasi awal Pasar Klewer berada di daerah Banjarsari. Mengingat semakin banyak pedagang dan transaksi, Pasar Banjarsari terlihat kumuh. Lalu pedagang dipindah ke lokasi Pasar Klewer saat ini. Pasar Klewer berada dalam kesatuan tata kota Kraton Solo. Pesatnya perkembangan Pasar Klewer membuat—mau tidak mau—perluasan wilayah menjadi keniscayaan. Pasar Klewer yang kita temui saat ini merupakan pasar yang telah mengalami perluasan dari lokasinya semula.
Bagi sebagian kalangan, keberadaan Pasar Klewer disebut strategis sekaligus sakral. Strategis karena dia berada di pusat kota dan berada pada jalur central business district Kota Solo sepanjang Jalan dr. Rajiman. Dari Pasar Klewer hinggaMatahari (Pasar) Singosaren sepanjang lebih kurang satu kilometer berjajar toko-toko dan pusat perbelanjaan. Tidak heran kalau keberadaan Pasar Klewer menjadi sumbu Jalan dr. Rajiman dengan Matahari Singosaren sebagai pemantiknya.
Pasar Klewer dianggap sakral karena berada dalam poros tata kosmos kota kraton. Banyak orang yang salah kira menganggap Pasar Klewer sebagai bagian dari kraton. Bila mengurai kembali sejarah Pasar Klewer harus diakui kelahiran pasar ini justru disaat pengaruh dan otoritas kraton mulai melemah bersamaan dengan era baru kraton memasuki masa kemerdekaan, yang salah satu isunya adalah gerakan anti swapraja (1945-1946). Lepas dari soal otoritas, posisi fisik Pasar Klewer berada dalam tata kosmos kota tradisional Jawa. Pada sebagian besar kota tradisional Jawa—mengacu konsep tata kota Mataraman—konsep tata ruang kota yang ada diperuntukan secara fungsional bagi kepentingan masyarakat dan terpadu. Hal ini dapat dicermati dari penataan kraton, alun-alun, benteng (Belanda), masjid, pasar dan penjara yang berada dalam kesatuan utuh tata ruang kota.
Nilai-nilai budaya secara nyata tercermin dari perilaku transaksi Pasar Klewer. Keramahan khas Solo dan prosesi tawar menawar harga menjadi karakteristik tersendiri bagi Pasar Klewer. Nilai-nilai budaya yang kini mulai tereduksi oleh budaya konsumsi-tinggi yang direpresentasikan dalam mal dan supermarket menjadi sistem nilai yang diemban Pasar Klewer untuk tetap dilestarikan. Apalagi Pasar Klewer justru lahir dari rakyat, bukan oleh otoritas kekuasaan kota tak ubahnya pedagang kaki lima saat ini yang mampu ‘membuat’ pasar.
Meski demikian Pasar Klewer tetap harus berbenah mengikuti dinamika jamannya. Beberapa waktu yang lalu sempat muncul wacana penataan pasar yang kemudian dipahami sebagai renovasi, meski tidak jadi. Pasar Klewer boleh ‘menjual’ nilai, budaya, keramahan, kualitas produk, harga murah, tetapi bukan kesumpekan, ruang panas, koridor sempit, kemacetan atau sampah. Tentu saja sumpek, ruang sempit, macet dan sampah tidak menjadikan alasan pedagang untuk selalu menolak upaya mempercantik dan menata Pasar Klewer bila dilakukan dengan bijak dan menghargai rakyat sebagai pemilik sah pasar.

0 komentar:

Posting Komentar